Penyelewengan pegawai bank bukan untuk kebutuhan hidup, melainkan karena keserakahan.
Pembobolan bank kini ramai lagi. Setelah mengungkap pembobolan Citibank yang dilakukan Melinda Dee alias Inong Melinda, kini polisi juga meringkus sekelompok orang yang diduga akan membobol Bank Mandiri dan Bank Negara Indonesia (BNI).
Melinda saat bekerja di Citibank diduga membobol dana nasabah sejak tiga tahun lalu. Hitung-hitungan polisi, Melinda telah menggasak lebih dari Rp17 miliar.
Melinda melakukan perampokan dengan memindahkan uang nasabah ke rekening bank lain. Kemudian, uang itu berujung ke rekening perusahaan milik Melinda yang diatasnamakan orang lain.
Sementara itu, Bank Negara Indonesia juga nyaris dibobol karyawannya sendiri. Sekretaris Perusahaan BNI, Putu B Kresna. mengatakan, pada 20 Desember 2010 sistem internal BNI mendeteksi transaksi mencurigakan senilai Rp4,5 miliar di Cabang Gambir.
Transaksi tersebut setelah diverifikasi petugas BNI ternyata palsu. "BNI lalu melapor ke kepolisian pada 23 Februari 2011," katanya, di Jakarta, Rabu 30 Maret 2011.
Atas laporan itu, Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus Polda Metro Jaya membekuk komplotan. Salah satu pelakunya adalah wakil kepala cabang BNI Margonda, Depok, Jawa Barat, berinisial JKD. Penangkapan JKD juga dilakukan bersama tiga teman yang lain, UK, SHP, dan AF.
Setelah ditelusuri, AF ternyata buron lama yang pernah membobol dana PT Taspen yang disimpan di Bank Mandiri, senilai Rp110 miliar. "Saat itu penyidik menetapkan AF dalam daftar pencarian orang," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Baharudin Djafar, Kamis 31 Maret 2011.
Kasus pembobolan dana Taspen dilaporkan Bank Mandiri pada April 2007. Dalam pengungkapan kasus itu, polisi menyelamatkan uang tunai Rp50 miliar. Polisi lalu menyita sejumlah aset. Total dana yang diselamatkan polisi Rp90 miliar, termasuk aset.
Djafar mengungkap, AF merupakan mantan kepala cabang Mandiri. Mereka melakukan kejahatan dengan mendepositokan ulang dana milik Taspen dan ditarik kembali ke cabang tertentu dengan nomor rekening penampung. "Dana dari rekening penampungan itu yang mereka ambil," katanya.
Operasi AF di Mandiri dilakukan bersama empat komplotan yang lain. Semuanya, kecuali AF, telah berhasil ditangkap polisi pada 2007. Mereka sudah divonis dan menjalani penahanan di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur.
***
Sebelum kasus pembobolan Citibank dan kasus dua bank BUMN tersebut, ada beberapa bank yang juga mengalami nasib hampir serupa.
Bank Internasional Indonesia (BII) misalnya, dibobol karyawannya, DCB, yang bekerja di BII Cabang Ekajaya, Mangga Dua Raya, Jakarta Barat. Ia membantu mencairkan kredit fiktif senilai Rp3,6 miliar.
Kepala Satuan Fiskal Moneter dan Devisa Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Polisi Aris Munandar menuturkan, penggelapan dana kredit ini bermula saat HA mengajukan kredit kepada BII sebesar Rp4 miliar melalui DCB. Pinjaman ini untuk pembelian rumah toko di daerah Tebet, Jakarta Selatan.
Dengan iming-iming komisi, DCB akhirnya membantu BII mengguyur pinjaman sebesar Rp3,6 miliar dari Rp4 miliar yang diajukan Oktober 2010 lalu. Uang pinjaman itu langsung ditransfer kepada penjual rumah toko yang akan dibeli HA. Singkatnya, atas jasa itu, DBC diberi komisi Rp140 juta.
Kasus pengajuan kredit fiktif diketahui saat pembayaran angsuran kedua macet. Sejak itu, HA pun menghilang. Bank langsung menelusuri berkas persyaratan kredit HA, dan diketahui identitas berkas itu palsu. Dari sini mulai diketahui keterlibatan DCB yang memanipulasi data pinjaman kredit. Polisi lalu menangkap DCB di Tegal, Jawa Tengah, 6 Februari lalu.
Sebulan sebelumnya, tepatnya pada 19 Januari 2011, Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya juga menetapkan tersangka terhadap mantan manajer Bank Victoria, LO. Ia diduga membobol rekening nasabah warga negara Australia, Omar Hallak, sebesar Rp7 miliar.
"LO sudah kami tetapkan sebagai tersangka," kata Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Yan Fitri Halimansyah.
LO diduga memalsukan tanda tangan dan identitas Omar untuk mencairkan dana di rekening sebesar Rp7 miliar.
***
Maraknya kasus pembobolan bank ini, tentu saja membuat nasabah resah. Para petinggi bank juga kini memperketat pengawasan.
Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI), Sofyan Basir, menuturkan bahwa kejahatan orang dalam perlu dicegah. Caranya, melakukan pengawasan super ketat. "Pastinya dengan biaya lebih besar," katanya, di Jakarta, Kamis kemarin.
"Namun, dengan biaya lebih ini, diharapkan dapat mencegah terjadinya fraud (penipuan) dan moral hazard pegawainya."
Hanya saja pengawasan yang ketat itu belum tentu menjamin nihilnya pembobolan. Sebab jumlah kantor cabang banyak sekali, dan karyawan yang ribuan. BRI, misalnya, memiliki 75 ribu karyawan dari 7.000 kantor.
"Tidak mungkin semuanya sempurna, termasuk SDM. Namun, kami melakukan pengawasan untuk meminimalkan penyelewengan."
Sofyan mengatakan, sejumlah cara telah dilakukan BRI, di antaranya dengan melakukan audit, sistem kendali, teknologi pengawasan pasif, atau inspeksi saat terjadi perubahan angka pada pos tertentu.
Penyelewengan yang dilakukan pegawai bank, menurut Sofyan, bukan untuk memenuhi kebutuhan hidup melainkan keserakahan dan keinginan hidup mewah.
No comments:
Post a Comment