Harga minyak telah menyentuh US$114 per barel. Defisit anggaran diperkirakan Rp10-17 T.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan harga
minyak mentah dunia telah menembus US$114 per barel. Seruan penghematan pun dilontarkan pemerintah. Masyarakat diimbau untuk menghemat konsumsi bahan bakar minyak (BBM).
Jika penghematan tidak dilakukan, dengan harga minyak yang terus melambung, pemerintah akan menanggung defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Nilai defisit menurut Menteri Keuangan Agus Martowardojo bisa mencapai Rp10-17 triliun.
"Kita dihadapkan pada situasi meningkatnya harga minyak mentah dan tak
tercapainya target lifting minyak," demikian dinyatakan Ecky Awal Mucharam, anggota Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat RI, Rabu 9 Maret 2011.
Menurut Ecky, harga minyak mentah diperkirakan naik hingga US$120 per barel menyusul memburuknya situasi politik di negara-negara Afrika Utara dan Timur Tengah. Kondisi itu juga diperparah dengan potensi tidak tercapainya target lifting minyak sebanyak 970 ribu barel per hari.
Tidak tercapainya target lifting itu, dia melanjutkan, karena melemahnya kinerja sumur minyak terkait beberapa masalah. Di antaranya sumur sudah tua, gangguan keamanan yang menyebabkan terhentinya eksplorasi minyak, dan penerapan asas cabotage pada kapal-kapal penunjang operasi minyak dan gas. Yang terakhir adalah ketentuan yang mewajibkan setiap kapal yang beroperasi di perairan Indonesia menggunakan bendera Merah Putih.
Untuk faktor eksternal, Ecky menjelaskan, pemerintah tidak dapat dipersalahkan. Namun, dalam hal faktor internal seperti gangguan keamanan, seharusnya tidak perlu terjadi.
Menurut anggota Komisi VI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera itu, paling tidak ada dua dampak kenaikan harga minyak mentah. Pertama, meningkatnya penerimaan migas. Kedua, melonjaknya beban subsidi BBM dan listrik.
Namun, dampak yang kedua lebih tinggi dari yang pertama, sehingga secara agregat kenaikan harga minyak mentah akan menambah defisit pemerintah. Sementara itu, tidak tercapainya target lifting minyak akan membuat penerimaan migas merosot.
Meski kenaikan harga minyak bersifat sementara, menurut dia, efeknya tetap harus dihitung. Apalagi, penurunan lifting minyak sudah menjadi tren beberapa tahun terakhir. "Untuk berjaga-jaga, pemerintah harus membuat skenario jika situasi ini bertahan lama. Apalagi, selisih harga Premium dan Pertamax yang semakin tinggi membuat konsumen beralih ke Premium, sehingga makin membebani APBN," tutur Ecky.
Sementara itu, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan, defisit akan langsung menganga begitu harga minyak Indonesia mencapai US$90 lebih per barel dan harga BBM tidak dinaikkan.
Meski demikian, menurut Menkeu, dampaknya belumlah mengkhawatirkan amat. "Tambahan defisit Rp10-17 triliun itu tidak membuat APBN defisit lebih dari dua persen. Itu sesuai skenario yang ingin dijaga," katanya.
Saat ini, harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) di kisaran
US$86 per barel dalam 12 bulan terakhir. Namun, jika ICP naik menjadi US$90-100 per barel, pemerintah akan melakukan analisis lebih lanjut.
Asumsi harga minyak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
ditetapkan sebesar US$80 per barel. Beruntung, penguatan rupiah di level Rp8.700 per dolar AS membuat daya tahan APBN menjadi lebih baik.
Jika mendesak, pemerintah akan mengubah angka asumsi APBN seperti
pertumbuhan ekonomi, kurs, inflasi, termasuk target lifting minyak. Agus mengatakan, jika keadaan seperti sekarang, target lifting minyak 970 ribu barel per hari tidak akan terpenuhi. Meski kenaikan harga minyak ikut mendorong kenaikan penerimaan, namun pengeluaran tetap membengkak.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Darwin Zahedy Saleh,
mengatakan ICP Februari menembus level US$100 atau US$111,36 per barel dan minyak Brent US$112 per barel.
Namun demikian, meski ICP Februari mendekati US$112 per barel, menurut Darwin, rata-rata ICP 12 bulan terakhir masih di kisaran US$83,45 per barel. ICP Februari ini memang naik sebesar US$14,27 per barel jika dibandingkan ICP Januari 2011 yang mencapai US$91,37 per barel.
Premium tak naik
Menteri Darwin juga menegaskan bahwa terkait kenaikan harga minyak
mentah dunia pemerintah telah memutuskan untu tidak menaikan BBM Untuk itu, masyarakat dia imbau untuk tidak panik dan membeli BBM melebihi kebutuhan.
"Pemda diharapkan dapat meningkatkan perannya dalam ikut mengawasi
pendistribusian BBM agar tepat sasaran dan jumlah," kata Darwin.
Dia menjelaskan, pemerintah berkomitmen untuk menyediakan bahan bakar yang diperlukan masyarakat. "Dalam situasi gejolak harga minyak dunia, kita harus berupaya agar gangguan eksternal terhadap penyediaan hingga pendistribusian BBM tidak berdampak berlebihan," tuturnya.
Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan, menambahkan, untuk memenuhi kebutuhan BBM di daerah, terutama di Riau, Pertamina telah menambah pasokan dari dua depot, yakni terminal Sei Siak dan Dumai.
Kuota BBM dari terminal Sei Siak tercatat sebanyak 2.105 kiloliter (KL), jauh lebih tinggi dibanding kuota normal 1.000 KL. Sementara itu, penyaluran BBM dari Dumai pada Selasa, 8 Maret 2011, naik 40 persen dari 1.400 KL saat normal.
"Pasokan BBM di Pontianak juga sudah mencapai 4.300 KL," kata Karen pada
konperensi pers di Kementerian Energi, Jakarta, Rabu, 9 Maret 2011.
Darwin menambahkan, kuota penyaluran BBM bersubsidi diajukan pemerintah
daerah dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas). Namun, bila
permintaan BBM bersubsidi melebihi permintaan normal, BPH Migas segera
berkoordinasi dengan pihak terkait.
"Pertamina akan mendistribusikan sesuai kebutuhan. Tapi, kami tidak akan
mengorbankan konsumen apabila pemerintah daerah tidak dapat melaksanakan manajemen BBM dengan baik," katanya.
Agar penyaluran efektif, BPH Migas akan mengawasi penyaluran BBM di daerah bersama instansi terkait.
Kepala BPH Migas Tubagus Haryono menyatakan, ada beberapa hal teknis yang bisa memecahkan kendala distribusi. Salah satunya, misalnya, di wilayah di mana Pertamax telah tersedia, setelah kuota harian Premium terpenuhi, konsumen dianjurkan membeli Pertamax. Sementara itu, di wilayah yang yang belum memiliki cadangan Pertamax yang memadai, Pertamina akan menyalurkan Premium sesuai kebutuhan .
Selain itu, kata Tubagus, "BPH Migas akan mengintensifkan penegakan hukum dengan pihak terkait untuk mencegah penimbunan." (kd)
No comments:
Post a Comment