Banyak reaktor nuklir di dunia yang berdiri di atas daerah rawan gempa.
Lusinan reaktor nuklir di seluruh dunia ternyata beroperasi di daerah rawan gempa. Diantarnya adalah 14 reaktor nuklir yang berada di zona paling rawan bencana gempa. Seperti dilansir Wall Street Journal, Sabtu 19 Maret 2010, Jepang dan Taiwan mengalami krisis energi akibat gempa 9 skala richter yang mengguncang Jepang pada Jumat 11 Maret 2011 lalu.
Setelah gempa yang menimbulkan gelombang tsunami itu, Jepang dan Taiwan dipaksa melakukan perhitungan ulang atas energi nuklir yang tersisa untuk menunjang kehidupan masyarakat. Pada sebuah jajak pendapat di Taiwan yang dilakukan empat hari setelah gempa bumi, sebanyak 55 persen responden merasa tidak yakin atas fasilitas nuklir yang ada di pulau itu.
Berdasarkan data yang tesedia dari Asosiasi Nuklir Dunia yang berbasis di London, The Wall Street Journal, di seluruh dunia terdapat 400 reaktor nuklir, 100 reaktor yang dalam tahap perencanaan.
Berdasarkan analisa dalam laporan itu, terdapat 48 reaktor atau sekitar 11 persen dari reaktor di seluruh dunia, berdiri di daerah gempa, dengan aktivitas gempa skala sedang. Daerah itu termasuk daerah tempat reaktor Fukushima Daiichi yang saat ini sedang mengalami krisis.
Lalu, terdapat 14 reaktor atau sekitar 3 persennya berada di daerah yang tinggi atas aktivitas gempa. Sepuluh diantaranya terletak di dekat garis pantai yang sangat beresiko terjadinya gempa dan tsunami.
Jepang dan Taiwan termasuk dalam 10 dari 14 reaktor yang memiliki aktivitas gempa tertinggi. Sedangkan Amerika Serikat memiliki dua reaktor nuklir yang berbahaya. Slovenia dan Armenia masing-masing memiliki satu reaktor.
Reaktor nuklir di seluruh dunia diklaim telah dibangun dengan daya tahan terhadap gempa berkekuatan tinggi dan sudah dilengkapi dengan faktor keamanan jika terjadi kesalahan perkiraan. Termasuk reaktor Fukushima Daiichi di Jepang yang kini bocor.
Jumat kemarin, the US Nuclear Regulatory Commission menginformasikan bahwa, akan memastikan reaktor-reaktornya tahan bencana alam atau kejadian luar biasa. Persiapan ini termasuk pemulihan air pendingin reaktor dan kolam bahan bakar yang ternyata gagal di Fukushima Jepang.
Lebih dari 100 reaktor nuklir milik AS, dan hanya dua reaktor yang terletak di pabrik Diablo Canyon Power, Pantai California, yang masuk di dalam zona aktivitas gempa tinggi. Namun, reaktor nuklir ini telah dibangun dengan daya tahan gempa berkekuatan 7.5 skala richter.
Peneliti terkadang menganggap remeh kekuatan gempa. Gempa yang menimpa Jepang lebih besar dibandingkan gempa yang telah diujikan pada reaktor Daiichi. Pada tahun 2007, pabrik nuklir terbesar di Jepang, Kashiwazaki-Kariwa, rusak akibat gempa berkekuatan lebih besar dibanding antisipasi desainer.
Aktivis anti nuklir telah mengingatkan bahwa reaktor nuklir di Jepang lebih lemah terhadap gempa dibandinkan aturan pemerintah. "Menurut para penyedia tenaga nuklir, bencana nuklir tidak akan terjadi di Jepang," ujar pusat informasi nuklir, kelompok anti nuklir berbasis di Tokyo.
Energi nuklir juga menjadi isu kontroversial di Taiwan, di mana terdapat empat reaktor yang dibangun dekat patahan utama. Lebih dari dua reaktor yang sedang dalam perbaikan terletak dekat denagn pemukiman penduduk di Taipe dan New Taipe.
Dewan Energi Atom yang mengatur undang-undang mengenai nuklir di Taiwan mengatakan, bahwa pabrik nuklir telah dibangun dengan daya tahan gempa berkekuatan 7 skala richter atau lebih dan hantaman tsunami 12 sampai 15 meter.
Ahli energi mengatakan, akan sangat sulit bagi Jepang dan Taiwan untuk beralih dari energi nuklir. Mengingat kedua negara ini tidak memiliki sumber energi lain dari alam. "Pengembangan nuklir adalah cara terbaik untuk mengurangi ketergantungan impor migas dan batubara," ujar Jone-Lin Wang, seorang konsultan energi Taiwan.
Namun yang pasti, banyak negara telah mencoba memindahkan pabrik nuklir jauh dari zona gempa. "Tidak banyak reaktor yang dibangun di patahan utama, dan Jepang mungkin masih kekanakan," ujar Ben van der Pluijm, ahli geologi dari Universitas Michigan.
Laporan : Maykin Pranata Gurusinga
No comments:
Post a Comment