Mesir terus bergolak. Semenjak massa anti pemerintah tumpah ke Lapangan Tahrir 25 Februari lalu, sudah 109 nyawa melayang. Bentrokan sengit terus terjadi antara ratusan ribu massa anti pemerintah dengan massa pro pemerintah dan aparat keamanan negeri itu.
Hingga Minggu malam, 6 Februari 2011 ratusan ribu orang masih memenuhi lapangan di pusat kota itu. Rentetan tembakan masih terdengar. Sejumlah upaya mencari jalan tengah tampaknya gagal total.
Selain jatuhnya korban jiwa, perekonomian negeri piramida itu juga lumpuh total. Hingga Minggu kemarin itu, kerugian mencapai US$3,1 miliar atau sekitar Rp30 triliun.
Meski banyak korban jiwa dan ekonomi kian membisu, akhir dari kekacauan ini belum terlihat. Ratusan ribu orang di pusat kota itu, bersumpah bertahan hingga Hosni Mubarak turun dari kursi Presiden.
Meski banyak korban jiwa dan ekonomi kian membisu, akhir dari kekacauan ini belum terlihat. Ratusan ribu orang di pusat kota itu, bersumpah bertahan hingga Hosni Mubarak turun dari kursi Presiden.
Dan optimisme mengalahkan Mubarak terus menyala. Massa anti pemerintah tidak rela perjuangan selama ini sia-sia belaka. "Kami harus mantap menggulingkan pemerintah," kata Ahmed Abdel Moneim, mahasiswa 22 tahun, yang sudah berhari-hari berkemah di Lapangan Tahrir.
Revolusi Prancis, tambah Abel, "Membutuhkan proses lama sebelum akhirnya warga mendapat hak-haknya. Jika memang kami harus menghabiskan sisa hidup untuk menyingkirkan Mubarak, kami akan lakukan."
Ratusan ribu demonstran lain juga berjuang dengan semangat yang sama. Sampai tuntas. Sampai Hosni Mubarak yang dituding bermental diktator itu pergi meninggalkan Istana. "Mungkin kami akan kehilangan energi selama satu bulan ini, tapi kami akan mendapat kebebasan dalam sisa hidup kami," kata Sharif Mohammed yang turut berjuang menyudahi 30 tahun kekuasaan Mubarak di Mesir.
Meski optimisme menyala, mereka tak bisa menutupi kondisi fisik yang melemah. Raut kelelahan, kelaparan, dan kurang tidur begitu jelas merayapi wajah mereka. Di beberapa tenda darurat, sejumlah demonstran pun terlihat menderita memar dan luka.
Sejumlah keluarga korban tewas bahkan siap menyerahkan nyawa demi memastikan berakhirnya rezim Mubarak. "Negara ini tidak memiliki kebebasan dan tidak ada pluralitas pendapat," kata Ahmed Mustafa, pria 58 tahun yang baru saja kehilangan putranya dalam bentrokan dengan massa pro Mubarak.
Siasat Hosni Mubarak
Meski negara di ambang kehancuran, Mubarak tak menyerah begitu saja pada kehendak mayoritas rakyat Mesir. Ia terus membuat berbagai strategi untuk mengamankan posisinya hingga akhir masa pemerintahan, September mendatang.
Setelah menyatakan tak akan maju sebagai calon presiden periode mendatang dan membuat kejutan mengangkat Omar Suleiman sebagai wakil presiden, Mubarak mencoba 'merayu' rakyat dengan mengundurkan diri dari jabatan Ketua Partai Demokratik Nasional.
Televisi pemerintah Mesir, seperti dilansir Associated Press, menyatakan, pengunduran diri Mubarak dari kepemimpinan di partai berkuasa itu adalah respons atas kekacauan yang terus bergolak.
Keputusan itu bahkan diikuti anaknya, Gamal Mubarak, dan lima anggota komite pengarah sekretariat jenderal partai.
Kemunduran Gamal memperkuat pernyataan Wakil Presiden Omar Suleiman sebelumnya bahwa Gamal, yang dipandang sebagai penerus Mubarak, tidak akan maju sebagai calon presiden pada akhir masa pemerintahan sang ayah.
Strategi lain juga dilakukan dengan menyudutkan posisi demonstran. Melalui tayangan kebrutralan demonstran, pemerintahan Mubarak berupaya menghasut rakyat Mesir bahwa demonstran adalah penyebab kekacauan yang membuat kota Kairo lumpuh.
Berbagai strategi 'rayuan' itu tampaknya tak berhasil meluluhkan demonstran untuk membubarkan diri. Tindakan Mubarak dalam dua pekan terakhir justru meningkatkan kepercayaan demonstran bahwa mereka sudah diambang kemenangan.
Yakin menjadi pemenang itu juga diperkuat oleh sikap sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat, yang mendesak agar Mubarak segera menyerahkan kekuasaan kepada pemerintahan sementara demi menyudahi gejolak.
"Semua itu jelas memperlihatkan bahwa rezim Mubarak mundur sedikit demi sedikit," kata Wael Khalid, seorang aktivis anti-pemerintahan Mubarak.
No comments:
Post a Comment