Pengamat politik Internasional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Dewi Fortuna Anwar menilai kekuatan rakyat yang melengserkan Presiden Mesir Hosni Mubarak justru mirip dengan mundurnya Soekarno 1965. Pasalnya keduanya sama-sama diambil alih militer pada saat transisi pemerintahan.
Menurut Dewi, militer Mesir lebih populer di kalangan rakyat, berbeda dengan polisi Mesir yang menembaki demonstran. Hal ini juga dibuktikan dengan naiknya Wakil Presiden Mesir yang berasal dari intelejen dan juga pelimpahan kekuasaan Mesir kepada Dewan Militer dalam masa transisi.
"Mirip dengan peristiwa di Indonesia pada 1965 ketika Soekarno dipaksa mundur oleh mahasiswa dan dilimpahkan kekuasaan kepada militer," kata Dewi saat dihubungi VIVAnews.com di Jakarta, Sabtu 12 Februari 2011.
Menurut Dewi, saat ini merupakan awal dari perjalanan panjang masyarakat Mesir. Konflik-konflik yang terjadi di Mesir, dinilai Dewi, masih akan cukup tinggi. Sejarah nantinya yang akan melihat apakah Mesir akan kembali jatuh ke tangan diktator seperti di Indonesia yang jatuh ke tangan militer atau berhasil membentuk pemerintahan sipil.
"Apakah masyarakat sipil dan dewan militer mampu mengawal transisi sehingga proses demokrasi berjalan dengan baik atau Mesir kembali mengulang sejarah seperti rezim Mubarak," ujarnya.
Dewi menjelaskan, saat ini masyarakat Mesir terlalu percaya kepada militer dan hal itu sebenarnya tidak baik. Sebaiknya masyarakat tidak boleh terlalu percaya karena akan membuat militer tergoda menguasai pemerintahan. Dikhawatirkan militer akan memerintah dalam waktu lama, menutup aspirasi masyarakat dan menjadi diktator.
Menurutnya, masa depan Mesir saat ini tergantung dari tokoh Mesir untuk menyatukan persepsi. Saat ini tokoh-tokoh Mesir yang ada seperti El Baradei dan Amr Moussa lebih dikenal dunia internasional dibandingkan rakyat Mesir. Berbeda dengan Indonesia yang saat Soeharto lengser, mempunyai tokoh-tokoh oposisi yang kuat di akar rumput seperti Megawati, Amien Rais dan Gus Dur.
"Di Indonesia telah ada organisasi seperti NU dan Muhammadiyah sebelum Indonesia merdeka, sedangkan di Mesir tidak ada organisasi seperti ini. Tugas tokoh-tokoh Mesir harus dapat menyatukan masyarakat Mesir untuk membangun pluralisme dan political society," ujarnya. (sj)
No comments:
Post a Comment